JAKARTA, Pemerintah berencana akan menjadikan bahan pokok atau sembako serta biaya pendidikan untuk dikenakan sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Wacana tersebut menuai
penolakan anggota DPR-RI. Salah satunya Ketua Kapoksi Fraksi Nasdem Komisi XI DPR-RI
yang membidangi masalah keuangan, Fauzi H Amro M,Si. Menurut
Fauzi, kebijakan tersebut sangat kontraproduktif dengan program pemerintah
dalam melakukan pemulihan ekonomi di masa pandemi.
“Kebijakan ini sangat
tidak tepat dilaksanakan saat ini, mengingatkan masyarakat masih diperhadapkan
pada kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat saat ini belum pulih. Nah
kalau sembako dikenai pajak,
otomatis harga barang-barang di tingkat konsumen juga akan ikut naik, sehingga
daya beli akan kembali tertekan, padahal
daya beli ini dibutuhkan untuk pulih dari pandemi COVID-19,”ujarnya Fauzi dalam
keterangan persnya di Jakarta (13/6/2021).
Dikatakan kalau
sembako dan biaya sekolah atau pendidikan dikenai pajak PPN akan semakin
menyulitkan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang serba susah. Seharusnya
kebijakan Pemerintah hadir meringankan beban rakyat bukan menyusahkan rakyat.
Sembako
merupakan komoditas yang penting bagi masyarakat, demikian halnya pendidikan,
itu adalah hak asasi yang dijamin Undang-Undang, tak boleh diliberalisasi
diserahkan pada mekanisme pasar. Negara mesti hadir dalam pelayanan pendidikan
dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Beberapa waktu lalu,
Pemerintah memberikan stimulus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas pembelian
mobil baru (PPnBM) dikurangi bahkan sampai 0%. Tapi rakyat malah dikenai pajak sembako dan biaya pendidikan
ikut dipajaki. Kebijakan ini sangat
tidak adil, karena targetnya menyasar ekonomi kecil ke bawah.
“Karenanya, kami Fraksi
Nasdem DPR-RI solid menolak kebijakan pajak sembako dan pajak biaya pendidikan karena
akan semakin membebani ekonomi rakyat dan makin membuat daya beli masyarakat
semakin tertekan,”tegas alumnus HMI ini.
Alumnus IPB ini mendesak
Pemerintah sesegera menarik dan
membatalkan draf revisi Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
terkait pengenaan PPN bahan pokok dan biaya pendidikan.
Menurutnya, dampak dari
penerapan PPN ini bukan saja membebani masyarakat kelas menengah ke bawah,
namun berpotensi dapat meningkatkan angka kemiskinan, serta kontraproduktif
dengan upaya pemulihan ekonomi .
“Hingga saat ini Komisi
XI DPR-RI belum mendapatkan draf mengenai perubahan ketentuan umum perpajakan,
mungkin drafnya masih berada pada Pimpinan DPR-RI, Namun saya sudah mendengar
keluhan masyarakat akan rencana tersebut, sehingga kami sebagai wakil rakyat akan menolak jika
ketentuan pajak tersebut membebani masyarakat,”terangnya.
Fauzi menyarankan, Kemenkeu dan Pemerintah mestinya lebih
kreatif dalam menambal kekurangan APBN
di sektor pajak tapi bukan dengan cara menarik pajak sembako dan biaya
pendidikan.
Misalnya mencari sumber
pendapatan lain misalnya mengejar pajak perusahan-perusahaan teknologi yang
beroperasi di Indonesia seperti Google, Facebook, Instgram, Twitter, Netflix
dan lain-lain serta pajak Pajak Penghasilan (PPh) bagi pelaku ecommerce atau
toko online, marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Gojek, Grab dan
lain-lain.
Kedua, Pemerintah juga
bisa memangkas gaji para Direksi dan Komisaris BUMN yang dikenal cukup besar
bahkan mencapai miliar rupiah dalam setahun. Kemudian Kemenkue juga mesti melakukan
reformasi dan memperbaiki sistem data base perpajakan melalui digitalisasi
pajak, sehingga semua wajib pajak terdata dengan baik dan memudahkan pegawai
pajak untuk menarik pajak.
Selain itu,
penerimaan pajak masih bisa digenjot dengan cara selain menaikkan tarifnya,
mengingat harga komoditas di internasional juga sudah mulai membaik. Penerimaan
dari sisi pabean juga menunjukkan tren positif. Jadi pilihan menaikkan tarif itu
pilihan tepat untuk mengenjot pendapatan pajak.
“Jadi tak
perlu sembako dan biaya pendidikan dikenai pajak, terlebih disaat masyarakat
sedang mengalami kesulitan ekonomi karena pandemi Covid-19,”tandasnya***
0 komentar:
Posting Komentar