Membangun Sejuta Rumah Rakyat Hanya Mimpi Belaka


JAKARTA (Pos Kota) – Bila pemerintah tidak serius dalam membahas dan menganggarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) keinginan membangun sejuta rumah rakyat hanya mimpi belaka.

Untuk meluncurkan sejuta rumah rakyat dibutuhkan dana Rp 88,5 triliun. Sementara pemerintah dalam APBN hanya mengalokasikan Rp 5,1 triliun per tahun. Ditambah lagi saat ini banyak pejabat pemerintah yang menangani perumahan itu sebagai pejabat pelaksana (Plt), sehingga tidak mungkin bisa melakukan eksekusi.

“Padahal jika kita serius mengelola Tapera ini akan menghasilkan dana yang luar bisa besar dan besar pula manfaatnya untuk rakyat, dan menjadi kewajiban pemerintah untuk mewujudkan perumahan rakyat ini,” tegas Wakil Ketua Komisi V DPR RI FPKS Yudi Widiana Adia dalam acara forum legislasi RUU Tapera bersama mantan Ketua Pansus RUU Tapera FPDIP DPR Yoseph Umar Hadi, dan Fauzih Amro dari F-Hanura di Gedung DPR RI Jakarta.

Yoseph Umar Hadi mengatakan, adanya kewajiban pemerintah untuk membangun perumahan yang terjangkau oleh rakyat ini sudah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Bahkan dikongreskan pada tahun 2000 bahwa pemerintah bisa membangun rumah rakyat itu melalui Tapera.

“Jadi, sekarang ini sangat tergantung kepada keseriusan pemerintah. Khususnya Kemenkeu RI, KemenPUR, Bank Indonesia, dan lainnya,” katanya.

Alasannya, pemerintah tidak mempunyai iktikad baik untuk menuntaskan perumahan rakyat ini, karena sebelumnya selalu menolak rumusan-rumusan dari DPR RI dengan alasan masih akan melakukan studi banding dan sebagainya. Karena itu, DPR RI kembali membuka peluang itu melalui RUU ini dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Selanjutnya akan diharmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) untuk kemudian diputuskan di Paripurna DPR RI agar menjadi hak inisiatif DPR RI. Padahal RUU ini tak bernuansa politik, karena perumahan itu menjadi kebutuhan dasar rakyat. Saya yakin RUU ini akan disetujui DPR RI dan pengelolaan dana Rp 13 – Rp 15 triliun akan dikelola melalui PT. Tapera, di mana pendanaannya murni dari APBN,” tambah Yoseph.

Hampir semua Negara demokrasi memberikan subsidi untuk perumahan rakyat. Targetnya setiap tahun membangun 800 ribu rumah, tapi kemampuan pemerintah hanya 300 ribu unit rumah per tahun. “Jadi, ketidakmampuan (badlock) ini tidak akan terpenuhi kalau tidak ada Tapera, maka pemerintah harus serius menuntaskan ini karena merupakan amanat konstitusi,” katanya.

Fauzih Amro dari F-Hanura menilai, bahwa mengenai sandang, pangan dan papan (perumahan-red) ini menjadi kewajiban negara, sehingga RUU Tapera ini harus segera disahkan pada masa sidang tahun 2015 ini. “Kita tinggal menunggu komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk memenuhi janji-janjinya jika benar-benar pro rakyat. Jangan sampai kehadiran UU ini menjadi masalah baru,” katanya.

RUU Tapera, lanjut Fauzih, tidak menjadi penting jika tidak ada keterlibatan masyarakat luas khususnya menengah ke atas untuk membantu rakyat yang tidak mampu agar memiliki rumah yang layak huni. “Khususnya di sekitar Jakarta, yang masih memprihatinkan,” tegasnya.
(rizal/sir)

Sumber : Poskota
Share on Google Plus

0 komentar:

Posting Komentar